Yahya YOUTH


GP Yahya??

GERAKAN PEMUDA (GP)
GP GPIB baru terbentuk pada 15 Juli 1950. Melalui pembentukan Dewan Pemuda yang mengkoordiinasi kegiatan-kegiatan pelayanan pemuda dan sekolah minggu.(dan akhirnya sekarang disebut dengan BPK GERAKAN PEMUDA)

VISI: MISI BPK GP GPIB
Menjadikan Pemuda GPIB yang Misioner – dalam hal :
1. Benteng Iman / Spiritualitas
2. Sosialisasi (Program)
3. Wawasan Kebangsaan Global (Oikumene Gereja-Gereja)
4. Kader Gerja dan masyarakat
5. Pembinaan yang tepat guna
GP GPIB Yahya
Gerakan Pemuda GPIB Yahya merupakan salah satu Badan Pelayanan Kategorial (BPK) GPIB Jemaat Yahya sebagai wadah pembinaan warga GPIB yang berusia 18-35 tahun.

Susunan Pengurus GP GPIB Yahya periode 2007-2012:
Ketua: Samuel C Pantou
Wakil Ketua: Robin Sitorus
Sekretaris: Elfa Karwur
Bendahara: Silviarani S.
Bid. Imaji: Yunita Sinaga
Bid. Pel. Kes.: Yohanes Sitorus
Bid. Med. Info.: Alwin Tairas

Kegiatan Rutin: Ibadah GP: Setiap Sabtu jam 17.00
Latihan Paduan Suara GP: Setiap Minggu jam 12.00
Penerbitan Buletin Misioner: Sebulan sekali di pertengahan bulan

Anggota GP GPIB Yahya adalah seluruh pemuda pemudi yang merupakan anggota jemaat GPIB Yahya dan berumur 18-35 tahun.
strikeitalicbold

misc
Kritik dan Saran

ShoutMix chat widget

friends
Channel GP
GP Yahya Facebook
GP Yahya Friendster

thanks
© * étoile filante
inspiration/colours: mintyapple
icons: cablelines
reference: x / x

past
November 2007
Juni 2008
September 2008
Juni 2009
Juli 2009
title: Otoritas/Kewibawaan Alkitab
date: Jumat, 13 Juni 2008
time:6/13/2008 03:13:00 AM

Apa buku paling laris dalam sejarah penerbitan hingga sekarang? Bukan seri Harry Potter, bukan pula buku merah kecil kumpulan kata-kata Mao Tse Dong, apalagi Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata. Hingga saat ini, gelar terhormat itu dipegang oleh Alkitab. Tentu saja, tak semua pembeli dan pembacanya punya pandangan positif atas Alkitab, apalagi memandangnya berwibawa. Penulis sendiri punya tak sedikit kenalan orang non-Kristen yang punya dan membaca Alkitab, bahkan dalam bahasa asli seperti Yunani Koine. Selain itu, ada banyak di sini kita melihat ada beberapa sikap: dari yang begitu meninggikan Alkitab, hingga yang hanya menganggapnya literatur purba belaka, atau bahkan yang menganggapnya sampah.

Karena itu, pembeda antara anak-anak Tuhan masa kini dengan dunia bukanlah sekadar punya dan baca Alkitab, tapi sikapnya terhadap Alkitab itu. Orang Kristen mengenal frasa "otoritas Alkitab", seperti yang lazim dipakai kalangan Injili, atau "kewibawaan Alkitab" di kalangan gereja-gereja arus utama seperti GPIB. Dalam hal sikap kepada Alkitab, konsep inilah yang jadi pembeda orang Kristen dari para pembaca Alkitab lainnya. Dalam tulisan ini, frasa "otoritas Alkitab" akan digunakan bergantian dengan frasa "kewibawaan Alkitab."

Sayang sekali, kata “otoritas” ataupun “wibawa” dipahami secara negatif: sesuatu yang berotoritas berarti sesuatu itu punya hak untuk mengatur, atau jadi acuan dalam mengatur, memerintah, memberi komando, melarang, menentukan batas, dst. Bahkan, jika sesuatu itu berupa buku/tulisan, maka buku yang berotoritas itu kerap dipersepsi terdiri dari aturan, larangan, perintah, dan juga informasi pengetahuan doctrinal dsb. Karena itu, sikap si pembaca buku berotoritas itu mestinya sederhana saja: taati, lakukan, laksanakan, pelajari, hafalkan dst. Karena Alkitab berotoritas, maka Alkitab yang adalah firman Allah itu mesti pula ditaati, dilakukan, dilaksanakan, dipelajari, dihafal, diingat, dipelajari dll. Tak jarang ada anggapan orang Kristen yang baik harus seperti pengacara yang hafal dan siap mengucapkan di luar kepala peraturan-peraturan yang ada.

Konsep ini jelas tak memadai dan justru TIDAK alkitabiah. Alkitab BUKAN kitab yang isinya melulu perintah ataupun doktrin. Alkitab justru lebih banyak disusun oleh cerita-cerita, mulai dari kitab-kitab seperti Kejadian, Yosua, 1 Raja-raja, hingga Injil Matius, Kisah Para Rasul, dan bahkan Wahyu. Bahkan dalam kelima kitab Taurat pun yang namanya cerita itu tak kalah banyak dari nas hukum-hukum. Selain narasi, ada pula berbagai genre atau jenis sastra lain yang juga bukan perintah/aturan, misalnya silsilah, rincian jumlah suku, ujaran-ujaran hikmat, nyanyian-nyanyian, dan bahkan syair-syair cinta dalam Kidung Agung. Kalimat-kalimat seperti "Kiranya ia mencium aku dengan kecupan!" (Kid. 1:2), "Maka iapun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri" (Mat. 27:5), dst. jelas bukan perintah, juga bukan ajaran doktrin. Ada pula kalimat-kalimat perintah atau nasihat yang justru tak membuat kita segera melaksanakannya dengan sigap, tapi justru bertanya-tanya, seperti: "Membuat banyak buku takkan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan" (Pkh. 12:12), padahal orang Kristen terkenal sebagai kalangan yang produktif menerbitkan buku. Contoh lain, bagaimana pula orang Kristen bisa bersikap dua ayat ini "Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya,/ supaya jangan engkau menjadi sama dengan dia./ Jawablah orang bebal menurut kebodohannya,/ supaya jangan ia menganggap dirinya bijak." (Ams. 26:4-5).

Fakta bahwa Alkitab pun mengandung cerita, kidung, nasihat, permenungan, dan bukan sekadar ajaran doktrinal, ajaran praktis, hukum-hukum kultis, hukum-hukum etis, dll. membuat kita bertanya, bagaimana sebenarnya kita menyikapi Alkitab sebagai orang Kristen. Soal ini bisa dipecah ke dalam dua pertanyaan: (1) Apa sebenarnya arti otoritas atau kewibawaan Alkitab, dan (2) bagaimana cara membaca Alkitab sebagai firman yang berotoritas itu?

Konsep kewibawaan Alkitab kerap menimbulkan pemahaman salah kaprah, seakan-akan otoritas itu bisa dibuktikan dari dalam Alkitab itu sendiri. Pemahaman keliru ini menimbulkan dua ekstrim, ekstrim yang satu sibuk mencoba membuktikan secara “ilmiah” otoritas Alkitab dengan memaksa-maksakan agar Alkitab sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern, ekstrim yang lain justru menyerah dan menyatakan Alkitab tak berwibawa karena “pasti” tak sesuai dengan ilmu pengetahuan modern. Keduanya justru tidak alkitabiah, karena di seantero Alkitab dinyatakan bahwa suatu firman, hukum, nubuat, cerita, perenungan, berotoritas bagi umat karena Allah sendirilah yang berotoritas. Alkitab dikatakan berotoritas, karena pemegang otoritas satu-satunya adalah Allah itu sendiri. Alkitab berotoritas hanya karena Allah menyatakan kehendak, janji, dan kebenaran-Nya melalui Alkitab.

Karena itu, Alkitab berotoritas bukan karena isinya sesuai dengan ilmu pengetahuan, misalnya, sebab Allah memang tak pernah bermaksud memberi mata kuliah teori awal mula semesta melalui Kejadian 1-3, misalnya. Tapi keliru juga jika kita katakan bahwa Alkitab tak berotoritas karena teori awal mula semesta alam yang ilmiah rupa-rupanya tak ada dalam Kejadian 1-3. Alkitab berotoritas karena Allah memakainya sebagai kitab yang berotoritas, demi tujuan khususnya; dan tujuan-Nya itu tak bisa diwujudkan melalui buku-buku lain.

Karena itu, Alkitab kita terima sebagai buku yang berwibawa karena Allah berkehendak menyatakan diri-Nya melalui pengisahan relasi-Nya dengan umat-Nya. Kisah itu jadi acuan dan gambaran bagi kita sebagai umat-Nya kini dalam berelasi dan hidup memenuhi kehendak-Nya. Seperti Allah berelasi dengan Israel, seperti Allah berelasi dengan gereja mula-mula, demikian pula Allah berelasi dengan kita sekarang.

Berdasarkan pemahaman ini, pertanyaan kedua bisa kita jawab. Ketika kita membaca Alkitab, tugas utama kita sewaktu membaca Alkitab adalah memperoleh gambaran bagaimana Allah berelasi dengan umat-Nya, dan menarik pemahaman teologis melalui cara menafsir yang bertanggung jawab, bagaimana relasi yang dikehendaki Allah dengan kita sekarang. Ketika kita membaca nas-nas Taurat, misalnya, kita tak dipanggil untuk pergi ke Bait Allah, menyerahkan domba kepada imam untuk disembelih dan dipersembahkan sebagai kurban bakaran, melakukan sunat, mengikuti aturan Sabat, walau itulah yang dilakukan Israel. Kita dipanggil untuk merenungkan relasi seperti apa yang diwujudkan melalui perintah-perintah Taurat itu, dan menarik pemahaman teologis tentang relasi yang diinginkan Allah dengan kita, umat-Nya saat ini, dalam terang Karya keselamatan Yesus Kristus.

Kewibawaan Alkitab, atau otoritas Alkitab, sesungguhnya merupakan ajaran yang indah. Disebut indah, karena melaluinya kita sadar, bahwa yang punya otoritas satu-satunya bukan huruf-huruf mati yang tercetak dalam halaman-halaman Alkitab kita, tapi Allah yang hidup itu sendiri, yang berkehendak untuk berelasi dengan kita, sebagaimana Ia berelasi dengan umat-Nya dari dulu hingga sekarang.

(JP)

*Tulisan ini dimuat di buletin Misioner GP GPIB Yahya edisi Juni 2008

Label:



comment? / top