Yahya YOUTH


GP Yahya??

GERAKAN PEMUDA (GP)
GP GPIB baru terbentuk pada 15 Juli 1950. Melalui pembentukan Dewan Pemuda yang mengkoordiinasi kegiatan-kegiatan pelayanan pemuda dan sekolah minggu.(dan akhirnya sekarang disebut dengan BPK GERAKAN PEMUDA)

VISI: MISI BPK GP GPIB
Menjadikan Pemuda GPIB yang Misioner – dalam hal :
1. Benteng Iman / Spiritualitas
2. Sosialisasi (Program)
3. Wawasan Kebangsaan Global (Oikumene Gereja-Gereja)
4. Kader Gerja dan masyarakat
5. Pembinaan yang tepat guna
GP GPIB Yahya
Gerakan Pemuda GPIB Yahya merupakan salah satu Badan Pelayanan Kategorial (BPK) GPIB Jemaat Yahya sebagai wadah pembinaan warga GPIB yang berusia 18-35 tahun.

Susunan Pengurus GP GPIB Yahya periode 2007-2012:
Ketua: Samuel C Pantou
Wakil Ketua: Robin Sitorus
Sekretaris: Elfa Karwur
Bendahara: Silviarani S.
Bid. Imaji: Yunita Sinaga
Bid. Pel. Kes.: Yohanes Sitorus
Bid. Med. Info.: Alwin Tairas

Kegiatan Rutin: Ibadah GP: Setiap Sabtu jam 17.00
Latihan Paduan Suara GP: Setiap Minggu jam 12.00
Penerbitan Buletin Misioner: Sebulan sekali di pertengahan bulan

Anggota GP GPIB Yahya adalah seluruh pemuda pemudi yang merupakan anggota jemaat GPIB Yahya dan berumur 18-35 tahun.
strikeitalicbold

misc
Kritik dan Saran

ShoutMix chat widget

friends
Channel GP
GP Yahya Facebook
GP Yahya Friendster

thanks
© * étoile filante
inspiration/colours: mintyapple
icons: cablelines
reference: x / x

past
November 2007
Juni 2008
September 2008
Juni 2009
Juli 2009
title: Komitmen Dalam Membina Suatu Hubungan
date: Jumat, 17 Juli 2009
time:7/17/2009 07:42:00 PM

Komitmen Dalam Membina Suatu Hubungan
“… Saya berjanji akan mengasihimu, mendampingimu dan melindungimu, dalam keadaan kelimpahan maupun kekurangan, sehat maupun sakit. Berjanji tetap setia padamu dalam keadaan apapun, sampai kematian memisahkan kita.”
Wow.. indah sekali janji ini. Mungkin setiap kali kita mendengarkannya, entah di gereja menyaksikan langsung seseorang mengucapkannya ataupun di televisi dalam adegan suatu film, kita sampai ingin mengeluarkan air mata. Ini adalah janji yang agung, janji yang sangat romantis. Tapi, kalo dipikir lebih jauh lagi.. Setia pada seseorang (SATU orang), berjanji akan mengasihinya, mendampinginya selalu, dalam keadaan apapun, termasuk dalam keadaan kekurangan, dalam keadaan sakit, dalam keadaaan susah harus tetap setia. Dan itu sampai kapan? Sampai KEMATIAN memisahkan.. Oow.. koq jadi ngeri ya? Koq jadinya janji yang indah ini terasa sangat berat untuk dijalankan? Mungkinkah kita memegang komitmen ini?
Kalau kita memulai pemikiran kita dari point ini, memang akan terasa berat sekali untuk memegang komitmen pernikahan. Tetapi mari kita mundur ke langkah awal dari komitmen ini. Katakan saja ada sepasang anak muda yang bernama Adi dan Nana. Mereka tidak saling mengenal sebelumnya, sampai seorang teman mengenalkan Nana kepada Adi. Akhirnya, mulailah komitmen Adi dan Nana untuk berteman. Setelah beberapa waktu Adi dan Nana berteman, mereka sering meluangkan waktu bersama-sama, sehingga membuat mereka semakin mengenal. Ternyata pengenalan itu membuahkan perasaan suka yang tidak bertepuk sebelah tangan. Maka Adi dan Nana pun berkomitmen untuk menjadi sepasang kekasih. Dalam hubungan asmara yang semakin dekat, Adi dan Nana masing-masing semakin menyadari bahwa inilah pribadi yang ingin aku nikahi, dialah seseorang yang ingin aku jadikan sebagai pasangan hidupku. Pada akhirnya Adi melamar Nana, dan mereka mengambil komitmen untuk bertunangan. Adi dan Nana mulai sibuk mempersiapkan pernikahan mereka, mulai dari penentuan tanggal, tempat, acara, katering, undangan, souvenir, dll. Dan pada tanggal yang sudah ditentukan, Adi dan Nana mengucapkan janji pernikahan, berkomitmen untuk menjadi suami dan istri sampai kematian memisahkan mereka.
Ternyata sebelum kita mengambil komitmen pernikahan, kita ”dilatih” untuk memegang komitmen-komitmen sebelumnya. Kita tidak langsung terjun pada janji ”Sampai kematian memisahkan kita”. Tapi kita melalui beberapa tahap komitmen, yang ”membuat” kita berani untuk mengambil langkah komitmen yang lebih jauh. Diawali dengan komitmen untuk berteman dengan calon pasangan kita. Masa sih kita butuh komitmen untuk berteman? Sadar atau tidak sadar, untuk berteman dengan seseorang, kita butuh komitmen. Paling sedikit komitmen untuk mengingat namanya, untuk menyapanya ketika bertemu, untuk memperhatikan keadaannya dan bertanya apa yang terjadi ketika wajahnya terlihat murung, dll. Lalu berkomitmen untuk berpacaran, untuk memulai suatu hubungan yang eksklusif dengan satu orang saja. Kemudian, komitmen itu meningkat pada tahap pertunangan, di mana seseorang berkomitmen untuk menikahi pasangannya. Dan pada akhirnya berkomitmen dalam pernikahan itu sendiri, menjadi sepasang suami istri.
Lalu, apa sih prinsip Firman Tuhan buat kita untuk berkomitmen dalam suatu hubungan? Entah hubungan pertemanan, persahabatan, keluarga, pacaran, atau sampai pernikahan, prinsipnya sama saja, yaitu:
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:39).
Seperti yang Tuhan Yesus jawab kepada seorang ahli taurat yang bertanya kepadaNya, hukum terutama dalam hukum taurat adalah ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Matius 22:37). Lalu hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Itulah perintah Tuhan Yesus, itulah hukum yang terutama yang menjadi dasar dari setiap hubungan kita dengan sesama manusia. Dengan dasar apakah kita dapat mengasihi sesama kita? Dengan dasar kasih Tuhan yang sudah mengasihi kita terlebih dahulu dan mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Dalam memegang setiap komitmen yang kita ambil, ingatlah.. Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Apakah langkah praktisnya? ”Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Matius 7:12a). Ayat ini bukan mendorong kita untuk bertindak pamrih, mengharapkan orang lain membalas perbuatan baik kita. Tetapi Tuhan Yesus mau mengajarkan agar ketika kita berelasi dengan seseorang, perbuatlah yang terbaik.
” Kiranya Allah Tritunggal menguatkan janji saya, serta memampukan saya menjadi seorang suami, sebagaimana layaknya seorang suami yang beriman kepada Tuhan Yesus Kristus.”
Dan kita jangan sampai lupa pada bagian janji ini. Memang betul ketika kita merasa kita tidak dapat memegang janji pernikahan tersebut, jika kita mengandalkan kekuatan diri kita sendiri. Tanpa anugerah Tuhan, kita tidak akan bisa menepati janji yang kita ikrarkan. Tetapi, dalam pimpinan dan penyertaan Tuhan, kita punya kekuatan untuk memegang komitmen kita. Kiranya Allah Tritunggal yang menguatkan komitmen-komitmen kita, yang memampukan kita untuk melaksanakan setiap komitmen yang kita ambil. (LP)

Label:



comment? / top