Apakah itu komitmen? Sebuah kata yang diucapkan oleh seseorang untuk meyakinkan orang lain bahwa dia sungguh-sungguh akan melakukan kewajibannya itu. Komitmen mencakup berbagai aspek, apakah di gereja, kantor, sekolah, pemerintahan, atau dalam kehidupan sehari-hari.
Komitmen itu adalah sebuah keputusan, bukan berjalan dengan perasaan. Orang yang mengatakan komitmen itu tidak penting sebenarnya adalah orang yang menolak komitmen. Sebuah kontrak kerja misalnya, memang tidak menjamin adanya komitmen yang tulus dari kedua belah pihak tapi paling sedikit ia memberi pegangan. Orang bisa melakukan tindakan hukum bila itu dilanggar.
Perkawinan tidak pernah dapat dieksperimenkan. Sebab perkawinan adalah sebuah komitmen. Orang tidak dapat mengeksperimenkan komitmen. Yang mungkin hanyalah menerima atau menolak. Tidak ada peluang untuk coba-coba.
Nah sekarang bagaimana komitmen dalam pelayanan di gereja? Apa pendapat teman-teman GP Yahya tentang komitmen. Sebelumnya beberapa teman-teman GP Yahya mendefinisikan komitmen itu adalah semacam nazar, berjanji akan melakukannya apapun yang terjadi (Elfa). Semacam janji, janji iman untuk melayani (Anes). Ada juga yang mengatakan suatu janji yang harus dijalani sampai selesai (Robin).
Sebenarnya, apa sih komitmen itu? Secara bahasa, komitmen berasal dari bahasa Inggris ”commitment” yang berarti kewajiban, tanggung jawab, sesuatu yang telah dijanjikan. To commit (~oneself) sendiri diartikan sebagai: bertanggung jawab atas, berkewajiban, berjanji. Jika dikaitkan dengan janji dalam pelayanan misalnya menjadi pengurus GP, bisa jadi komitmen menuntut kita untuk tetap konsisten untuk menjalankannya sampai kepengurusan selesai. Konsekuensinya yaitu menyediakan waktu dan tenaga untuk pelayanan. Jadi ketika kita menyatakan komitmen dengan sesuatu, maka sesungguhnya kita sedang menyatakan diri setia dengan satu hal.
Komitmen bukan sekedar diucapkan, tetapi dibarengi action/tindakan. Komitmen tanpa aksi sama saja mubazir dan sia-sia. Anes mengatakan, dibutuhkan kemauan, niat baik, dan tanggung jawab. Senada dengan itu, bukan karena paksaan, bersemangat, dan pantang menyerah, tambahan dari Robin. Elfa menambahkan bahwa dibutuhkan kesiapan hati, tekad yang kuat, dan pikir panjang dulu sebelum mengambil keputusan.
Dari penjelasan diatas diungkapkan bahwa komitmen itu sangat penting peranannya karena itu akan menentukan tujuan akhir yang akan dicapai. Contoh kasus misalnya, seorang mahasiswa teologi mengeluh bahwa ia frustasi menghadapi pendidikan teologi yang diikuti, namun karena harapan orang tua ia terpaksa menyelesaikan pendidikannya. Komitmen apa yang bisa kita harapkan dari calon pendeta demikian? Seorang pendeta yang memiliki komitmen yang kuat untuk memberitakan firman kabar sukacita dari Yesus, menjadi pendeta karena panggilan Tuhan bukan karena profesi. Ada yang memiliki komitmen untuk berkorban dan melayani jemaat sehingga rela mengorbankan hartanya, namun ada juga pendeta sekarang yang komersial atau yang menjadikan ibadah sebagai kesempatan memperoleh laba akibatnya komitmen pendeta banyak yang sekedar asal melayani demi memasuki umur pensiun dan lebih senang berebut kursi organisasi daripada kursi kerajaan surga.
Tidak ada gunanya segudang teori, entah itu seminar, conference, bahkan sekolah Alkitab yang pernah diikuti kalau di dalam diri ini tidak ada komitmen untuk bertumbuh. Komitmen untuk bertumbuh menjadi dewasa membutuhkan proses, tidak ada yang otomatis.
Komitmen itu harus dengan sengaja dilakukan dan dipraktekkan.
Kita jangan berpikir jika kita setiap minggu datang ke gereja kemudian dengan tertib kita memberikan persembahan itu sudah cukup sebagai modal untuk bertumbuh. Mengapa? Karena hidup orang percaya bukan hanya mendengar tetapi ia juga harus taat dan mempraktekkan apa yang sudah didengar. Kita tidak jarang menemukan orang-orang yang sudah mengerti pengetahuan Alkitab, namun tetap hidupnya berantakan. Gosip tetap saja berlangsung, omong kotor tetap diucapkan, dendam tetap ada di dalam hatinya dan tidak ada pengampunan. Semua ini dapat terjadi karena tidak adanya komitmen di dalam dirinya untuk bertumbuh.
Tidak mudah mempertahankan sebuah komitmen, perlu waktu dan proses, tidak dapat secara instan. Yesus melakukan pelayanan-Nya sampai titik darah penghabisan, komitmen sampai akhir. Komitmen teruji pada saat mengalami konflik, kejatuhan dan dalam kondisi tidak nyaman.
Ada korelasi antara konsisten dengan komitmen dalam pelayanan. Elfa mengatakan jika kita konsisten dengan apa yang telah kita kerjakan maka komitmen yang telah kita tetapkan akan tercapai, kalau tidak hasilnya akan tertunda-tunda, malas-malasan, bahkan melakukannya dengan setengah hati. Jadi konsisten dan komitmen itu selaras/saling mendukung seperti kata Anes dan Robin. Misalkan saya mempunyai komitmen setiap bangun pagi harus saat teduh dahulu, jika kita konsisten selalu bangun pagi maka komitmen untuk selalu saat teduh tercapai tetapi jika kita tidak konsisten dengan bangun pagi, selalu telat bangun/malas bangun dan sering menunda-nunda karena harus mengerjakan yang lainnya maka komitmen yang telah dibuat terabaikan.
Tentunnya kita membuat komitmen karena ada tujuan yang ingin dicapai dan jawabannya pun beragam. Elfa misalnya mengatakan berkomitmen memberikan hidup dengan sepenuhnya untuk Tuhan dan tujuan akhirnya memberikan yang terbaik buat Tuhan. Gak mau ketinggalan Robin dan Anes berkomitmen menyelesaikan tugas sebagai pengurus GP sampai selesai, tentu tujuan yang ingin dicapai agar pelayanan di GP tetap berjalan dan bertumbuh.
Segalanya memang berawal dari diri kita jikalau kita memiliki komitmen dan kemauan untuk belajar, maka pada akhirnya semua itu akan memperlihatkan hasil yang baik. Jadi teman-teman pemuda-pemudi, komitmen dalam melayani, haruskah? Ditunggu kedatangannya dalam ibadah GP. (AT)
Quote a quote :
When I stand before God at the end of my life, I would hope that I would not have a single bit of talent left, and could say, "I used everything You gave me."
Erma Bombeck
Label: Headline, Misioner Juni 2009
comment?
/ top